Bandung, tandabaca.id
HIV/AIDS merupakan virus mematikan yang tidak pandang bulu pada siapapun. Baik orang tua, remaja, maupun anak-anak di bawah umur yang belum tahu menahu soal virus ini.
Seorang anak yang positif HIV/AIDS biasanya terpapar dari orang tuanya yang juga termasuk ke dalam orang dengan HIV/AIDS (ODHA).
Maka dari itu, proses pengobatan anak pun masih berada dalam tanggung jawab orang tua. Namun, bagaimana jika anak yang positif HIV/AIDS ditinggal terlebih dahulu oleh orang tuanya?
Tia (39), seorang pendamping ODHA dari Female Plus menceritakan kisahnya yang sempat beberapa kali mendampingi anak positif HIV/AIDS yang ditinggal orang tuanya. Tia sendiri merupakan ODHA sejak tahun 2018 yang terpapar dari suaminya yang mana termasuk ke dalam pengguna napza suntik (Penasun).
“Pernah dampingi anak, mulai dari usia 2, 4, 7, 11, dan 18 tahun,” ujar Tia yang ditemui di Female Plus, Jalan Awigombong No. 19, Bandung, belum lama ini.
Tia menceritakan kesulitannya saat mendampingi anak positif HIV/AIDS yang ditinggal orang tuanya. Setelah ditinggal orang tuanya, ada beberapa anak yang tidak diurus oleh keluarga lainnya. Akibatnya, ada beberapa anak positif HIV/AIDS yang bernasib tragis.
“Ada yang diurus ada yang nggak (Anak HIV/AIDS). Kalo pun diurus minum obatnya nggak bener. Ada beberapa kasus yang sampe lewat (meninggal) juga, karena pemberian obat yang ngasal. Padahal edukasi kita udah semaksimal mungkin, tapi rata-rata emang yang ditinggalkan orang tua itu pengobatannya nggak konsisten dan nggak efektif,” ucap Tia yang sudah aktif menjadi pendamping ODHA selama tiga tahun.
Tia juga menceritakan kesulitan lain mendampingi anak positif HIV/AIDS adalah pada persoalan ekonomi. Setelah ditinggal orang tuanya, maka tanggung jawab merawat anak tersebut dialihkan pada keluarga lainnya yang mana terkadang kesulitan dalam membiayai pengobatan.
“Macam-macam (ODHA yang kurang secara ekonomi). Anak yang terdampak dari orang tua yang meninggal juga dia, kasihan kalau misalkan tahu-tahu anaknya positif, orang tuanya meninggal, yang urus kakek dan neneknya,” jelas Tia sebagaimana dikutip tandabaca.id dari detikcom, Senin 29 Agustus 2022.
Terkait hal tersebut, Tia juga menjelaskan bahwa pihak pemerintah belum memberikan perhatian khusus pada kasus anak positif HIV/AIDS yang ditinggal orang tuanya. Mengingat bahwa pengobatan HIV/AIDS harus dilakukan seumur hidup, maka seorang anak yang positif HIV/AIDS sangat memerlukan bantuan.
“Perhatian pemerintah (terhadap anak HIV/AIDS) belum ada. Bantuannya hanya dari BPJS aja, terus misalkan dari KPA (Komisi Penanggulangan HIV/AIDS) bantuannya suka ada, tapi seadanya aja. Dari pihak lain juga ada, tapi tidak fix per bula
Terpapar Orang Tua
Tia menyebutkan bahwa kasus anak positif HIV/AIDS umumnya tertular dari orang tua, terlebih lagi pada anak usia dini. Bahkan, ada anak juga dapat tertular saat masih dalam masa menyusui.
“Kalo anak jelas tertular dari orang tua, dari ibu yang positif yang melahirkan dan memberikan ASI (air susu ibu),” terang Tia.
Meskipun begitu, seorang anak juga dapat terhindar dari infeksi HIV/AIDS apabila kedua orang tuanya sudah menjalani pengobatan, terlebih lagi pada sosok ibu yang memberikan ASI.
“Dengan catatan ibu yang belum berobat (menularkan lewat ASI), tapi kalo udah berobat dan ikut program bisa jadi anaknya negatif,” ungkap Tia.
Contoh hal ini juga dapat dilihat pada kasus AS (39), seorang ODHA yang memiliki dua anak. Anak pertama AS yang berusia 7 tahun positif HIV/AIDS, namun anak keduanya dinyatakan negatif. AS sendiri menjadi ODHA sejak tahun 2018 yang mana terpapar dari suaminya yang meninggal dunia akibat HIV/AIDS
“Itu saat menyusui, saya sakit (HIV/AIDS) dianya (anak) juga sakit lagi pengobatan juga. Kalo anak yang kedua negatif soalnya beda bapak,” jelas Tia.
Kini, AS beserta anaknya sama-sama sedang berjuang untuk terus melakukan pengobatan. Sayangnya, tidak semua anak positif HIV/AIDS masih memiliki orang tua untuk berjuang bersama dalam pengobatan.
Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) dalam dokumen Kota Bandung dalam Angka Tahun 2022, kasus kumulatif anak positif HIV/AIDS di Bandung sampai tahun 2021 adalah sebanyak 78 anak. Angka tersebut bertambah tiga anak dari kelompok usia 5-14 tahun dari tahun sebelumnya yang berjumlah 75 anak.
Berdasarkan rinciannya, 78 anak yang positif HIV/AIDS 17 di antaranya berasal dari usia 1-4 tahun, 15 anak dari usia 5-14 tahun, dan 46 anak dari usia 15-19 tahun.
Dalam dokumen ini juga disebutkan kasus kematian anak akibat HIV/AIDS pertama kalinya terjadi pada tahun 2021. Hal tersebut tentu menjadi catatan pemerintah daerah, terlebih lagi cerita Tia yang menyebutkan kurangnya perhatian pemerintah terhadap anak positif HIV/AIDS yang ditinggal orang tuanya. ***