Di Bandung Banyak Siswa Miskin Putus Sekolah, Permasalahannya Ini

Bandung, tandabaca.id
Uang pangkal dan bulanan SMAN dan SMK swasta mahal, akibatnya banyak lulusan SMP di Kota Bandung putus sekolah, bukan karena kemauannya, lebih karena orangtua nggak mampu untuk menyekolahkannya.

Anak warga tak mampu itu, gagal masuk negeri, bukan karena mereka tidak bodoh, tetapi karena sistem yang disiapkan pemerintah lewat program penerimaan peserta didik baru (PPDB) belum sempurna.

Jarak yang ditentukan didalam sistem zonasi, maksimal hanya 2 km padahal SMAN dan SMKN yang belum menjangkau seluruh kecamatan, atau minim di kecamatan tertentu padahal kawasannya adalah kawasan padat penduduk.

Ice Aista, salah satu orangtua murid sudah melakukan berbagai cara agar anaknya tetap bisa sekolah.Rumahnya di Kelurahan Hegarmanah, jauh dari sekolah negeri.

Sekolah negeri terdekat yakni SMAN 2 Bandung dan SMAN 15 Bandung berlokasi sekitar 2 kilometer dari rumahnya.

Sementara sekolah swasta terdekat, yaitu SMA Pasundan 2 juga jaraknya sekitar 2 kilometer.

Namun, untuk menyekolahkan anak ke sekolah swasta, bukan masalah jarak yang dihadapi, tetapi biaya. Ice berharap anaknya bisa masuk ke sekolah swasta gratis.

Mariam Rahayu, salah satu orangtua siswa ternyata juga punya permasalahan yang sama dengan ice Aista. Anaknya hingga saat ini juga belum sekolah.

Anak Mariam Rahayu gagal masuk sekolah negeri lewat jalur afirmasi karena kalah bersaing dari segi jarak rumah ke sekolah yang didaftar.

Nuri Rahma, anak dari Mariam Rahayu, mendaftar ke SMAN 20 Bandung dan SMAN 10 Bandung. Pada penerimaan peserta didik baru (PPDB) tahap II, Nuri juga gagal masuk sekolah negeri melalui jalur zonasi.

Dengan demikian, hingga saat ini, dia belum bersekolah. Mariam bukan tak mau menyekolahkan Nuri di sekolah swasta. Namun, dia tak memiliki uang untuk membayar uang masuk ke sekolah swasta.

Contohnya di salah satu SMA swasta, uang masuk seorang siswa mencapai Rp 20 juta.

Dinas Pendidikan Provinsi Jawa Barat memang memberikan bantuan kepada siswa miskin sebesar Rp 2 juta per tahun.

Dengan demikian, sisanya Rp 18 juta biaya masuk ke sekolah swasta harus ditanggung orangtua siswa. Belum lagi, biaya bulanan di sekolah swasta Rp 500.000 yang harus ditanggung orangtua.

Oleh karena itu, Mariam belum mendaftarkan anaknya ke sekolah swasta manapun.

”Anak merasa down. Foto dipajang jadi maskot di pengumuman PPDB, tetapi dia belum sekolah,” katanya.

Baik Ice Aista maupun Mariam Rahayu, berharap bantuan Dinas Pendidikan Jawa Barat agar mencarikan solusi untuk sekolah anaknya. Orangtua siswa juga sudah minta bantuan kepada pihak Kantor Cabang Dinas (KCD) VII Jawa Barat, tetapi hingga saat ini belum ada kabar.

“Hingga saat ini belum ada realisasi bantuan dari Dinas Pendidikan Jawa Barat untuk menyekolahkan anaknya,” katanya.

Menanggapi masalah ini, Sekretaris Dinas Pendidikan Jawa Barat, Yesa Sarwedi mendorong para orangtua menyekolahkan anaknya ke 25 sekolah swasta yang masuk program ”Peduli Kaum Dhuafa dan Keluarga Tidak Mampu”. Jangan ke sekolah swasta yang berbiaya mahal.***

 

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *