Jepang Lapar Tenaga Kerja Blue Collar, Kebutuhannya Jutaan, Kadin Jabar Lakukan Ini

Jepang Lapar Tenaga Kerja
MOU - Kadin Jabar jalin kerjasama MoU dengan Indonesia Soken. Bidang pengembangan SDM. Tampak dalam gambar CEO Indonesia Research Institute Albertus Prasetyo Heru Nugroho (kiri) Ketum Kadin Jabar Cucu Sutara (tengah) dan Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat Bidang Pengembangan Bisnis Berbasis Teknologi Terapan, Hadi S Cokrodimedjo (kanan).

Bandung, tandabaca.id
Jepang lapar tenaga kerja blue collar, kebutuhan pertahunnya antara 4 juta hingga 6 jutaan. Kadin Jabar yang diwakili Kadin Academy sambut peluang tersebut dengan menjalin memorandum of understanding (MoU) bidang peningkatan sumber daya manusia dengan Soken Indonesia atau Indonesia Research Institute.

Ketum Kadin Jabar Cucu Sutara mengatakan peningkatan SDM juga menjadi salah satu tugas pokok dan fungsi Kadin.

Oleh karena itu, Cucu sangat mengapresiasi kerjasama antara Kadin Jabar dengan PT Soken dari Jepang.

“Khusus kita bicara hari ini, MoU peningkatan tentang sumber daya manusia. Bagaimana nantinya, kawan-kawan dari lulusan S1, S2 termasuk SMA/SMK bisa bekerja di Jepang,” katanya di Gedung Kadin Jabar, Kota Bandung, Rabu 12 Oktober 2022.

Harapannya, MoU ini bisa dilanjutkan dengan pembuatan bisnis plant. Agar bisa cepat ditindaklanjuti.

“Jadi saya mengapresiasi, saya sangat menghargai inisiasi ini, antara Kadin Academy di bawah naungan Yayasan Kadin, beserta PT Soken. Jadi saya apresiasi. Ini adalah tugas kadin, sesuai dengan UU No.1/1987 dan Keppres No.18/2022 Pengesahan Penyempurnaan AD/ART Kadin,” katanya.

Sementara itu, CEO Indonesia Research Institute, Albertus Prasetyo Heru Nugroho mengatakan kerjasama dengan Kadin Jabar dilakukan karena di Jepang kebutuhan pekerja blue collar sangat tinggi.

“blue collar itu tidak bekerja di atas meja tetapi langsung di lapangan seperti pekerja di pabrik, pertanian, restoran dan sebagainya,” katanya.

Dijelaskan Albertus kebutuhan pekerja blue collar di Jepang jumlahnya bisa mencapai 4 juta sampai 6 juta orang.

Saat ini kebutuhan itu banyak disuplai oleh pekerja dari Vietnam. Mereka pun hanya bisa menyediakan sebanyak 70 ribu orang saja.

“Jadi kekurangannya masih sangat tinggi,” ungkapnya.

Bila Indonesia yang bisa mencukupinya, banyak hal lain yang juga bisa ditingkatkan.

“Indonesia nantinya juga bisa ekspor kebutuhan kebutuhan lain di Jepang. Bukan untuk konsumsi orang Jepang tetapi untuk orang Indonesia juga, yang kebetulan tinggal disana,” jelasnya.

Hal lainnya, di sektor UMKM pun, suksesinya sekarang susah, jadi banyak dari UMKM di Jepang itu yang saat ini gulung tikar.

Bukan karena bangkrut, tetapi CEO nya sudah tua-tua. Tidak ada penerusnya.

“Ada banyak contoh, penerusnya sekarang ini banyak dikasih ke orang Indonesia yang kerja disana,” ungkapnya.

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Kadin Jawa Barat Bidang Pengembangan Usaha Berbasis Teknologi Terapan yang juga Direktur Kadin Academy, Hadi S Cokrodimedjo siap tindaklanjuti kerjasama ini.

“Ini kesempatan bagi tenaga kerja Indonesia,” katanya.

Hadi bersemangat karena menyadari jumlah pengangguran produktif di Indonesia itu sangat banyak, tidak terkecuali di Jawa Barat.

Sebelum pandemi, kata Hadi, jumlah pengangguran di Jawa Barat mencapai 2 juta orang. Sekarang sudah mencapai 4 juta orang.

“Apalagi kalau dihitung dengan jumlah pengangguran di Indonesia. Yang terdata saja jumlahnya mencapai 8 juta orang. Yang tidak terdata bisa 25 jutaan orang,” katanya.

Padahal tingkat penyerapannya sangat rendah. “Paling hanya 15 persen saja,” terangnya.

Oleh karena itu, ungkap Hadi, sayang kalau kesempatan untuk kerja di Jepang itu tidak diambil tenaga kerja Indonesia.

Untuk menyerap seluruh tenaga kerja produktif itukan, langkah yang saat ini dilakukan pemerintah hanya meningkatan entrepreuner.

“Wirausaha betul, tetapi tidak semudah itu. Butuh modal, keterampilan,” terangnya.

Kebetulan, kebutuhan tenaga kerja di Jepang itu jutaan, di Jerman ratusan ribu di Australia juga ratusan ribu.

“Sekarang ini, Jerman, Jepang, Australia, Kanada, New Zealand lapar tenaga kerja,” katanya.

Cuma masalahnyakan, tidak mungkin pemerintah langsung melepas mereka begitu saja.

“Harus belajar dahulu soal bahasa, attitude, daya tahan,” katanya.

Kebetulan Kadin punya kadin academy. Itulah nanti yang akan dilakukan kadin.

“Kebanyakan yang sudah pergi ke Jepang itu tidak tahan, sebab mereka mengira pertanian di Jepang itu banyak orang, kerjanya rame-rame. Lahan pertaniannya itu seratus hektare dikerjakan sendiri. Stres mereka, balik lagi,” katanya.

Baca juga: Pemprov Jabar Nggak Serius Kembangkan BIJB Kertajati, Dasar Penilaiannya Ini

Hal-hal itulah yang nanti akan dibekali oleh Kadin, kepada tenaga kerja di Indonesia.

Abdurahman Khasbullah, Kadin Academy menambahkan, Jerman juga laper tenaga kerja, terutama di bidang keperawatan.

“Orang Jerman itu, mungkin seganlah bekerja di arah itu,” katanya.

Negara Asia yang sudah melirik peluang kerja di Jerman itu sekarang ini baru Filipina dan Vietnam. “Indonesia sekarang juga sudah mulai,” katanya.

Walau sudah disuplai oleh Filipina dan Vietnam, kebutuhan tenaga kerja kesehatan di Jerman tetap tinggi.

“Kebutuhan mereka sekitar 400 ribu tenaga kerja,” ungkap. (Aris)

 

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *