Jakarta, tandabaca.id
Pengamat kebijakan publik, Sugiyanto Emik mengatakan KPK ditekan lewat opini, tujuannya agar lembaga antirasuah hentikan penyelidikan dugaan korupsi Formula E.
“Segala cara dilakukan untuk membentuk opini bahwa Formula E tak bermasalah atau clear. Mereka khawatir bila KPK menaikan ketingkat peyidikan,” kata SGY panggilan karib untuk Sugiyanto Emik dalam rilis yang diterima redaksi, Minggu 30 Oktober 2022.
Mereka itu, terang SGY, tidak tahu bahwa KPK tidak bisa ditekan. Untuk siapapun yang ingin bicara soal Formula E, sebaiknya baca PP No.12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
“Intinya, diduga kuat Formula E tak bisa dianggarkan baik lewat Perubahan APBD Tahun 2019 dan APBD Tahun 2020,” terangnya.
Karena itu, kata SGY, pembayaran biaya komitmen fee Rp 560 miliar dari Perubahan APBD Tahun 2019 dan APBD Tahun 2020 diduga adalah kesalahan fatal.
“Dengan demikian, maka dugaan kerugian negara untuk kegiatan Formula E adalah total loss, yakni Rp 560 miliar,” jelasnya.
Auditor BPK juga, papar SGY, diduga kuat tak menyebutkan dugaan pelanggaran PP No.12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah dalam LHP BPK tentang Formula E. Saat ini, Saya sedang bikin tulisan dengan judul, “Benang Merah Permasalahan Formula E”.
Dalam PP N0.12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah diatur secara rinci syarat memasukan anggaran untuk kegiatan pada Perubahan APBD. Selain itu PP tersebut juga menjelaskan tentang kegiatan untuk 1 (satu) tahun anggaran dan kegiatan lebih dari 1 (satu) tahun anggaran atau tahun jamak.
Dengan demikian, maka diduga kuat anggaran kegiatan Formula E Rp 560 miliar tak bisa dimasukan lewat APBD DKI Jakarta baik pada Perubahan APBD Tahun 2019 dan APBD Tahun 2020. Tentunya hal ini merujuk aturan pada PP N0.12 Tahun 2019 Tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.
Semoga, tulisan Saya dengan judul, “Benang Merah Permasalahan Formula E”, bisa cepat rampung. Sehingga bisa memantu masyarakat memahami permasalah Formula E, termasuk sebagai masukan untuk Pejabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono. ***