Musim Kemarau, Wilayah Selatan Kota Cirebon Rawan Bencana Kekeringan

Kepala pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cirebon Khaerul Bahtiar menjelaskan, saat ini wilayah Pantura Jawa termasuk Kota Cirebon sudah mulai memasuki kemarau. (foto ilustrasi)

Cirebon, tandabaca.id
Saat ini wilayah Pantura Jawa termasuk Kota Cirebon sudah mulai memasuki kemarau. Puncak musim kemarau ini akan membuat wilayah Selatan Kota Cirebon terancam bencana kekeringan.

Setiap tahunnya, ada ribuan kepala keluarga yang terdampak kekeringan karena sumber air tanah terus menyusut.

Kepala pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cirebon Khaerul Bahtiar menjelaskan, saat ini wilayah Pantura Jawa termasuk Kota Cirebon sudah mulai memasuki kemarau.

Bahkan, beberapa waktu ke depan perlu diwaspadai adanya zona kekeringan. Berbeda dengan wilayah Jawa bagian selatan yang masih dimungkinkan terjadi hujan sewaktu-waktu.

“Di Kota Cirebon sendiri, zona yang rawan kekeringan terfokus hanya lada satu kelurahan, yakni di Argasunya. Dengan sebaran 7 RT dalam 6 RW,” ujar Khaerul, kepada wartawan.

Dia menjelaskan, berdasarkan data yang tercatat di BPBD, ancaman potensi kekeringan tersebut berdampak terhadap 1.907 kepala keluarga, dan di dalamnya mencakup 8.099 jiwa. Lokus ini, terus dipantau oleh pihaknya dalam sebulan terakhir ini atau sejak wilayah Pantura ditetapkan sudah mulai memasuki kemarau.

Menurutnya, lokus potensi kekeringan yang hanya terfokus pada 6 RW di Argasunya tersebut, lantaran kawasan tersebut belum terhubung dengan jaringan PDAM.

Selain itu, kondisi topografi wilayahnya yang berbukit, membuat sumber air yang dimanfaatkan oleh sumur-sumur warga, memiliki kedalaman yang cukup dalam hingga 70 meter.

Meski demikian, oleh pemerintah kota (Pemkot) Cirebon sebetulnya beberapa tahun lalu pernah dibuatkan Sumur komunal dengan penampungan reservoir untuk cadangan air bersih.

Namun, sebagian besar sumur komunal tersebut tidak terawat dan tidak berfungsi.

Sehingga, ketika terjadi musim kemarau yang cukup panjang, maka otomatis sumur-sumur pribadi milik warga, ketinggian airnya terus menyusut dan bahkan beberapa di antaranya sampai kering kerontang.

Untuk mengatasi hal ini, pihaknya telah bersurat dengan PDAM untuk pendistribusian air bersih ke lokasi kawasan yang berpotensi kekeringan tersebut.

Hal ini dilakukan karena BPBD belum punya armada mobil tangki air sendiri, dan tidak punya sumur baku, sehingga perlu berKordinasi dengan PDAM.

“Kalau melihat dari pengalaman tahun-tahun sebelumnya. Saat kekeringan akibat kemarau, droping air bersih setiap harinya dilakukan secara terjadwal, dan membutuhkan 5-7 tangki sehari,” ujarnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *