Berita  

Nakes dan Non Nakes Jabar Putihkan Gedung Sate, Tuntutannya Ini

Bandung, tandabaca.id

Selain dapat vaksin dosis 4, Nakes dan Non Nakes juga butuh kesejahteraan. Atau di angkat jadi PNS. Itulah bunyi salah satu bunyi tuntutan yang dibentangkan ribuan tenaga kesehatan yang tengah gelar aksi damai di depan pintu gerbang Gedung Sate Jalan Diponegoro No.25, Kota Bandung, Jumat 5 Agustus 2022.

Dengan adanya demo nakes dan non nakes yang berasal dari 27 kabupaten kota se Jawa Barat ini, kawasan di sekitar Gasibu, mendadak berubah menjadi putih-putih. Massa aksi datang bergelombang sejak pukul 08.00 WIB.

Namun orang pertama di Gedung Sate, nggak bisa ditemui. Lagi berkunjung ke Depok untuk urusan peresmian kawasan destinasi wisata Situ Rawakalong, dan menghadiri pelantikan pengurus Forum Kepala Sekolah SMA Swasta Jawa Barat.

Orang kedua di Gedung Sate juga nggak ada, lagi menghadiri dan memberikan sambutan pada acara hajat ngabumi pulo majeti di Situs Cagar Buaya Pulo Majeti, Kota Banjar.

Utusan Nakes dan Non Nakes yang tergabung dalam Forum Komunikasi Honorer Fasyankes (FKHF) Jabar hanya bisa bertemu dengan asisten provinsi, Berli Hamdani.

Saat wakil mereka menghadap ke dalam, Nakes dan Non Nakes yang berkumpul di depan Gedung Sate terus menyuarakan tuntutannya seraya memanggil-manggil nama Gubernur Jabar yang mereka sebut dengan panggilan Kang Emil, Kang Emil.

Perwakilan FKHF Jabar yang naik ke mobil orasi usai bertemu dengan utusan Gubernur mengatakan Gubernur dan Wakil Gubernur tidak bisa ditemui karena sedang tugas ke daerah.

Pada prinsipnya, Gubernur menurut perwakilannya, katanya akan memperjuangkan nasib Nakes dan Non Nakes yang sudah berjasa dalam menjaga kesehatan warga Jawa Barat. Terutama saat warga tengah didera wabah Corona.

Wakil Ketua FKHF Jabar Saeful Anwar mengatakan tidak puas dengan demo kali ini, karena Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, ternyata tidak mau bertemu dengan Nakes dan Non Nake yang tidak lain adalah para pejuang kesehatan. Terutama dimasa pandemi Covid 19.

“Kami kecewa, karena tidak bisa bertemu dengan pak Gubernur. Padahal, permohonan untuk demo dan bertemu dengan pihak gubernur sudah dilayangkan sejak jauh-jauh hari,” katanya.

Adapun soal janji yang dikatakan perwakilan Gubernur soal tuntutan FKHF Jabar, itu hanya omongan politis, dan tidak mungkin bisa diselesaikan dengan APBD.

“Apa yang dikatakan ASN yang menjadi wakil Gubernur tadi adalah omongan politis. Mereka itu bukan politisi. Kenapa omongannya politis sekali,” katanya.

Saeful menjelaskan, FKHF Jabar demo untuk meminta agar pasal 99 ayat 1 dari PP No.49/2018 tentang Manajemen Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja dicabut.

Di pasal 99 ayat 1 PP No.49/2018 itu dijelaskan pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Pegawai non-PNS yang bertugas pada instansipemerintah termasuk pegawai yang bertugas pada lembaga non struktural, instansi pemerintah yang menerapkan pola pengelolaan keuangan badan layanan umum/badan layanan umum daerah, lembaga penyiaran publik, dan perguruan tinggi negeri
baru berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 10 Tahun 2016 tentang Dosen dan Tenaga Kependidikan pada Perguruan Tinggi Negeri Baru sebelum diundangkannya Peraturan Pemerintah ini, masih tetap melaksanakan tugas paling lama 5 (lima) tahun.

“Dikatakan setelah 5 tahun berlakunya PP ini itu berlaku juga untuk yang bekerja di BLUD atau BLU tidak hanya Fasyankes sebetulnya ada universitas yang pengelolaannya dengan pola pengelolaan keuangan BLUD tapi kami disini bergerak Fasyankes yang hampir seluruhnya mengenakan pola pengelolaan BLUD artinya pada 28 November 2023 aturan ini berlaku dan jelas dinyatakan dalam PP tersebut tidak boleh lagi ada tenaga non ASN semenjak 5 tahun PP di undangkan, jika PP itu di undang kan 2018 artinya 2023 PP itu berdampak untuk kami,” katanya.

“Sedangkan kami mayoritas rata -rata di tiap kabupaten itu diatas 70 persen Tenaga kesehatan itu honorer jadi bagaimana mungkin kami yang sudah bekerja belasan tahun ada yang 20 tahun harus meninggalkan pekerjaan kami dengan aturan tersebut dan juga pemerintah secara tidak langsung masih membutuhkan kami karena mayoritas ditempat fasilitas kesehatan itu honorer, kami adalah tulang punggung,” tambahnya.

Jadi, tegas Saeful, tuntutan FKHF Jabar sebetulnya simpel akomodir kami selayaknya pemerintah mengakomodir guru.

“Keinginan kami sebetulnya sederhana, tidak ada penghargaan atas perjuangan kami saat jadi garda terdepan Covid 19 tak masalah, tetapi akomodir kesejahteraan kami sebagaimana pemerintah mengakomodir guru,” pintanya.

“Ketika ada profesi lain yang diberikan penghargaan dengan cara yang dimudahkan, lalu kenapa kami yang juga telah berjuang membantu pemerintah melaksanakan program-program pemerintah di bidang kesehatan itu tidak dilihat juga,” pungkasnya.***

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *