Saut Poltak Tambunan : Abadikan Kearifan Lokal secara Modern dalam Tulisan

Saut Poltak Tambunan, sastrawan ternama Indonesia

Abadikan Peristiwa, Abadikan Kearifan Lokal secara Modern dalam Tulisan. Sebab kerusakan bahasa daerah terjadi karena tidak punya tradisi tulis.

Bandung, tandabaca.id
Saut Poltak Tambunan, sastrawan ternama Indonesia yang beberapa novelnya telah diadaptasikan ke layar lebar, dan sinetron ingatkan pemerintah daerah untuk tidak abai dengan budaya dan bahasa daerah.

“Budaya dan bahasa daerah itu juga menjadi salah satu tugas dari pemerintah daerah, sebagaimana diamanatkan dalam UU No5 Tahun 2017 tentang pemajuan kebudayaan,” katanya.

“Jadi mereka harus bertanggungjawab juga, untuk memajukan kebudayaan daerahnya masing-masing termasuk lestarikan dan selamatkan bahasa daerah,” tegasnya kembali.

Penulis Novel Hatiku Bukan Pualam –di layar lebar dimainkan Yenny Rachman, Roy Marten, dan Deddy Mizwar, meminta agar budaya dan bahasa daerah masuk dalam kurikulum pendidikan.

“Kurikulum harus dibuat sedemikian rupa agar menjadi ramah terhadap generasi muda khususnya anak sekolah,” katanya.

Penerima penghargaan Rancage tahun 2015, 2017, 2023 dan 2025 tekankan kalimat ramah terhadap anak sekolah karena remaja saat ini stress kalau diminta belajar budaya dan bahasa daerah.

“Pandangan mereka tentang hal itu hanya soal legenda, cerita rakyat dan dongeng,” katanya.

“Saya bukan tidak menghargai, itu. Tetapi agar mereka bangga, lalu mereka menggunakan itu, dalam kehidupan sehari-hari. Mari masukkan sastra modern saat belajar budaya dan bahasa daerah,” pintanya.

Sastra Itu Tiruan Kehidupan

Saut Poltak Tambunan tegaskan, sastra modern itu, soal kontektual, kekinian, jadi terkait apa yang tengah terjadi sat ini, itu juga sastra modern.

“Sastra itukan tiruan kehidupan, jadi agar genersi muda tertarik belajar, mereka harus diajarkan untuk melihat tiruan kehidupan yang ada sekarang dalam sastra itu sendiri,” ungkapnya.

Jadi tidak masalah, pinta mereka tulis surat cinta dalam bahasa daerah agar mereka tertarik belajar sastra dan bahasa daerah.

“Kenapa tidak, begini dulu setiap orang diperantauan harus membuat surat kepada orangtua, paragraf pertama adalah salam yang penuh dengan kosakata santun, doakan orangtua selamat sejahtera,” katanya.

“Terus paragraf keduanya, pertanggungjawaban kiriman bulan lalu, baru paragraf ketiga permintaan untuk bulan ini,” bebernya.

Paragraf Pertama Penting

Dalam hal menulis surat ini, peragram pertama menjadi hal yang penting, sopan santun anak kepada orang tua, terlebih bila ingin meminta sesuatu.

“Hal seperti itu yang saat ini sudah hilang dari anak-anak muda kita saat ini,” katanya.

Anak muda saat ini, telepon orangtua sebagai bakti, tidak lagi menggunakan paragraf pertama, langsung saja.

“Mak… pak… gimana sih. Kok belum ditransfer, sih. Apa itu budaya kita saat ini,” tanyanya.

Sastrawan kelahiran Balige –kota kecil di pinggiran Danau Toba, ingatkan pemerintah daerah, kerusakan bahasa daerah terjadi karena tidak punya tradisi tulis.

“Itu kunci untuk mengabadikan budaya, kearifan lokal. Jadi abadikan peristiwa, abadikan kearifan lokal secara modern dalam tulisan,” pungkasnya.@Ry

BACA INI JUGA
Kisah Cinderella Pribumi tanpa Sepatu Kaca dari Citeureup

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *