Wilayahnya Jadi Perlintasan Angkutan Batubara, Camat Nibung Justru Bilang Begini

Wilayahnya Jadi Perlintasan
Gegara Angkutan Batubara, Jalan Provinsi di Kecamatan Nibung jadi tanah merah semua. Mobilitas warga terganggu. Tampak pengendara motor di antara Dump Truck. (Foto Istimewa)

Bandung, tandabaca.id
Wilayahnya jadi perlintasan angkutan batubara yang membuat jalan menjadi rusak, polusi dan sebagainya, Camat Nibung Yusnadi justru bilang seperti ini.

Tidak ada yang abai dengan hasil audiensi antara masyarakat dengan pihak tambang, yang dimediasi DPRD Musi Rawas Utara (Muaratara) dan Pemkab Muaratara.

Walau berani mengklaim tidak ada pelanggaran kesepakatan hasil audiensi, ternyata Camat Nibung Yusnadi, mengaku tidak hadir di audiensi kedua yang diinisiasi oleh pihak sopir dump truck.

“Audiensi kedua itu, saya nggak ikut,” katanya saat dihubungi via telepon, Rabu 7 Desember 2022.

Dijelaskan Camat Nibung Yusnadi, audiensi itu terjadi beberapa hari setelah audiensi pertama.

Audiensi kedua itu, kata Yusnadi diinisiasi sendiri oleh supir-supir.

Juru angkut batu bara itu, audiensi karena ingin mengangkut batu bara siang hari.

Disoal bukankan itu melanggar kesepakat, lagi-lagi Yusnadi berkilah dengan mengatakan pihak supir mendatangi kembali DPRD Muaratara.

Minta keringanan kembali beraktivitas seperti semula, bisa melaksanakan aktifitas siang hari, tetapi jamnya disesuaikan tidak di jam sibuk masyarakat.

“Tapi kalau keputusan kedua, saya nggak hadir, karena saya nggak diundang,” ungkapnya.

“Mereka audiensi secara spontan,” tambahnya.

Saya Nggak Hadir

Soal apakah keinginan sopir itu disetujui dewan, lagi-lagi Yusnadi mengaku tidak mengetahuinya karena tidak hadir di audiensi itu.

“Saya nggak hadir, jadi saya nggak tahu apakah hasil audiensi itu disetujui dewan,” ungkapnya lagi.

Ditanya pandangannya, apakah audiensi kedua itu melangggar aturan atau tidak, Yusnadi mengatakan sifatnya masih mediasi.

“Namanya masih sifatnya mediasi, mungkin cari jalan terbaik, sambil menunggu aturan resminya,” jawabnya.

Camat Yusnadi juga mengatakan ada yang positif dan negatif dari angkutan batu bara itu.

Yang negatif mungkin jalan rusak, polusi, tetapi yang positifnya juga ada.

Yang positif, menurut Yusnadi, perekonomian masyarakat hidup, sebab masyarakat bisa buka usaha, dan masyarakat bisa ikut kerja di perusahaan itu.

Untuk meminimalisir yang negatif itu sebetulnya juga telah dilakukan berbagai upaya.

“Disiasati penyiraman, perbaikan jalan secara kontinyu,” terangnya.

Namun, tambah Yusnadi, solusinya itu ternyata belum dilakukan secara maksimal. “Mereka belum maksimal kerjanya,” katanya.

Itu makanya, terang Yusnadi, DPRD Muaratara, dalam audiensi pertama itu, minta perusahaan pihak ketiga itu diganti, dengan perusahaan baru.

Ditanya berapa desa di kecamatan Nibung yang terdampak langsung dari angkutan batu bara itu, Yusnadi mengatakan ada 5 desa.

Soal berapa banyak supir yang diuntungkan dengan angkutan batu bara itu, Yusnadi mengatakan tidak tahu persis.

“Saya nggak tahu persis jumlahnya supir-supir itu berapa,” elaknya.

Tokoh Masyarakat

Tokoh masyarakat Nibung Sebdiyanto mengatakan karena telah mengolah hasil alam PT Triaryani dan PT Sumber Rasa Gemilang (SRG) seharusnya patuh pada peraturan perundangan yang telah ditetapkan pemerintah.

“Khususnya pasal 3 tahun 2020 tentang Perubahan atas UU No.4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara,” katanya.

Pasal dalam undang-undang itu adalah pasal 106 dan pasal 108.

“Patuhi saja aturan undang-undang itu,” pintanya.

Selain itu juga harus patuh pada pasal 8A soal lingkungannya. ***

BACA JUGA

Kabar Perusahaan Tambang Anggap Remeh Pengelola Wilayah, Bukan Isapan Jempol

Pemerintah Muaratara Sumsel Tak Berkutik di Kaki Pengusaha

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *