Bendera Poetih Berkibar, Nahamoen Statoes Bentjana Nasional Belon Moentjoel, Korupsinikus : Ini Negeri Kena Apa?
Esai Polemik dan Satire: Harri Safiari
DI NEGERI Konoha Raja (NKR), bentjana besar roepa-roepanja bisa ditahan statoesnja, asal kapala atawa pengoeroes negeri masih sanggoep merasa bisa berdiri tegak. Bandjir bandang dan longsor jang melanda Atjeh, Soematera Oetara, dan Soematera Barat sejak November 2025 walaoepoen telah bikin remoek riboewan kampoeng, menghapus desa dari peta, serta menelan njawa manoesia lebih dari seriboe orang. Anehnja, sampe ini ari belon djoega dikasi nama: Bentjana Nasional!
Padahal, boekan tak ada pedoman. Oendang-Oendang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 soedah bikin atoeran dengan tinta item di atas kertas poetih. Lima indikator jang ditetapkan—korban njawa, karoegian harta benda, karoesakan prasarana, loeas wilajah terdampak, serta dampak sosial-ekonomi—soedah mentjakoep, bahkan mungkin terlampoei.
Kalo ini belon masoek kategori nasional, lantas bentjana macam apa jang mesti ditanggoe di ini negeri? Mestikah tanah itoe amblas sampe Istana Negara ikoet terperosok?
BACA INI JUGA : Misi Bangkit Dikumandangkan, Klok Diperkirakan Absen, Formula Disiapkan
Korupsinikus, jang soedah lama hafal tabiat para pengoeroes negeri jang soeka bikin tingkah aneh bin adjaib, kasie opini atawa oetjap dengan geretakkan gigi. “Ini boekan soal tak mampoe,” kata dia. “Ini soal tak mahoe mengakoei.”
Lebih pedes en tragis, moentjoel statement dari atas: bantoean asing tak diperlokan. Negeri ini, kata merika, masi sanggoep berdiri di kaki sendiri. Ironi macam apa ini, ketika di lapangan korban bentjana masih rebutan nasi, minoem air bersih jadi barang mewah, dan orang-orang tidoer masih berkoebang atawa beralaskan loempoer?
Menolak bantoean asing di tengah daroerat boekan lagi soal martabat. Ini soal akal sehat. Atawa mungkin, soal ketakoetan lain jang tak berani dioetjapakan. Sepertinja, masih banjak hal jang mahoe disemboenjikan ja?
BACA INI JUGA : Laga Datang Dengan Masa Jeda yang ideal, Persib Bertekad Amankan Poin Penuh
Bendera Poetih : Teriakan Tanpa Soeara
Tak heran, amarah poen bergolak. Dari media sosial sampe lorong-lorong kampoeng Atjeh, simbol edjekan dan sindiran beterbangan. Meme, gambar, tulisan—semoea menertawakan kebijakan atawa beleid jang djaoeh dari rasah-rasah manoesiawi.
Nahamoen, penyebab poentjak boekanlah itoe.
Di Atjeh, warga memasang bendera poetih.
Rubi, rekan Korupsinikus, kasih pendjelasan dengan nada dingin nahamoen menikam: “Bendera poetih boekan hiasan. Ini tanda menjerah. Tanda poetoes asa.”
Ini boekan demo atawa oendjoek rasah sambil teriak-teriak. Ini daoeh lebih dalem dan koewat. Ini pesan diam jang bilang: kami soedah habis tenaga, habis harapan.
BACA INI JUGA : Laga Sepak Bola untuk Sumatera, Kumpulkan Rp265 Juta
“Dalam sedjarah,” landjoet Rubi, “bendera poetih dipasang ketika orang tak lagi percaya pada kakoeatan diri sendiri. Pada konteks bentjana ini, itoe djeritan minta ditoeloeng. Pamarentah poesat djangan bikin lagak bodoh, atawa pura-pura salah tafsir segala.”
Korupsinikus kasihh tambah oetjap dengan nada sengit:
“Kalo simbol sekeras ini masi dibilang ‘bisa ditafsir bermatjam-matjam’, maka jang salah boekan simbolnja. Jang salah itoe, kapala jang menafsirkannj!”
Negeri Jangan Kalah oleh Ego
Mengenai statoes Bentjana Nasional jang masi digantoeng, Rubi menoetoep dengan kata-kata jang telanjang:
BACA INI JUGA : Kebakaran di Rumah Berteralis Teluk Gong, Lima Tewas Terjebak Api
“Kami masih berprasangka baik. Pamarentah NKR, termasuk Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, poenja akal dan poenja rasa. Bendera poetih ini seharoesnja dibatja sebagai kritik keras—boekan ancaman—agar penanggoelangan bentjana dikerdjakan tanpa rasa ego dan djangan banjak-banjak sandiwara atawa adegan toenil.”
Korupsinikus kasi anggoek kepala, nahamoen tersoengging senjoem pahit.
“Bentjana itoe tak pedoeli pada gengsi. Loempoer tak tanja harkat dan pangkat. Air bandjir tak kenal politik, semata perloe kasih toelong kamanoesiaan.”
Ini waktoe Korupsinikus, bikin toetoep dengan kalimat zonder banjak basa-basi (baso tahoe?):
“Djanganlah banjak tjingtjong, apalagi banjak boemboe tafsir. Selamatkan korban sekarang! Bila poen bisa zonder statoes Bentjana Nasional, go ahead. Nahamoen, bila gagal, sepatoetnja sedjarah akan mentjatat nama-nama jang ini ari, masih pegang kendali nahamoen tidak amanah.”
(Tammat)
BACA INI JUGA : Sekolah Dokter Djawa
Bandung, tandabaca.id – 21 Desember 2025














Responses (2)