Berita  

PPN Naik 12 Persen, HMI Komisariat Psikologi Gelar Diskusi, Tujuannya Ini

PPN Naik 12 Persen, HMI Komisariat Psikologi Gelar Diskusi, Lihat Dampak Psikologi Sosial dan Politik, Masyarakat. Serta mencari solisi konstruktif.

Bandung, tandabaca.id
Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen sebagaimana yang direncanakan pemerintah menjadi sorotan publik, terutama terkait dampaknya terhadap masyarakat luas.

Dalam rangka memberikan kajian yang lebih mendalam dan multidimensional, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Komisariat Psikologi melalui Bidang Perguruan Tinggi, Kemahasiswaan, dan Pemuda (PTKP) mengadakan diskusi terbuka bertajuk “Kenaikan PPN 12%: Dampaknya terhadap Psikologi Sosial dan Politik Masyarakat.”

Diskusi ini bertujuan menggali berbagai sudut pandang dari aspek ekonomi, sosial, dan politik, serta mencari solusi konstruktif bagi kebijakan tersebut.

Ketua Bidang PTKP, Fahreinsya Hasbi, dalam sambutannya menyampaikan bahwa kajian tentang kebijakan seperti PPN perlu dilihat dari berbagai sisi, tidak hanya dari perspektif fiskal. “Sebagai mahasiswa, kita perlu lebih dari sekadar memahami angka-angka di belakang kebijakan ini. Kita juga harus memahami dampak psikologis dan sosial yang mungkin timbul, serta bagaimana kebijakan ini akan mempengaruhi dinamika politik di masyarakat,” ujar Fahreinsya Hasbi.

Psikologi Sosial: Mengukur Dampak pada Kepercayaan dan Kohesi Sosial

Dari perspektif psikologi sosial, kenaikan PPN berisiko memengaruhi tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Ketika harga barang dan jasa meningkat, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi, masyarakat dapat merasakan stres yang berpotensi menurunkan tingkat kepuasan dan kepercayaan terhadap pengambil kebijakan.

“Dalam psikologi sosial, kita mengenal konsep cognitive dissonance—ketika masyarakat merasakan ketidakcocokan antara harapan dan kenyataan. Ketika mereka merasa terbebani oleh kebijakan ini tanpa melihat manfaat yang jelas, hal tersebut dapat memicu ketidakpercayaan yang lebih besar terhadap pemerintah,” jelas salah satu pembicara.

Diskusi juga membahas bagaimana kebijakan semacam ini dapat menciptakan ketimpangan sosial yang lebih besar, memperburuk ketidaksetaraan ekonomi, dan mengarah pada polarisasi sosial.

“Jika tidak diiringi dengan kebijakan perlindungan sosial yang tepat, kebijakan PPN berpotensi menciptakan kesenjangan yang lebih tajam antara kelas sosial,” tambah pembicara lainnya.

Psikologi Politik: Dampak Terhadap Persepsi Legitimasi Pemerintah

Dari sudut pandang psikologi politik, kebijakan seperti kenaikan PPN dapat memengaruhi persepsi masyarakat terhadap legitimasi pemerintah. “Resistensi terhadap kebijakan ini, jika tidak dikelola dengan baik, dapat meningkatkan ketidakpuasan yang meluas, yang kemudian berdampak pada penurunan partisipasi politik dan polarisasi opini publik,” ujar Fahreinsya Hasbi.

Lebih lanjut, peserta diskusi mencatat bahwa ketidakpuasan terhadap kebijakan semacam ini berpotensi menggerakkan kelompok oposisi dan menciptakan ketegangan politik. Hal ini menciptakan tantangan bagi pemerintah untuk menjaga legitimasi politik di tengah masyarakat.

Solusi dan Rekomendasi: Melalui Pendekatan Holistik dan Humanis

Dalam diskusi, beberapa solusi dan rekomendasi muncul sebagai langkah strategis yang perlu dipertimbangkan pemerintah:

Peningkatan Komunikasi Publik:

Pemerintah perlu menggunakan pendekatan komunikasi yang lebih empatik dan berbasis data untuk menjelaskan manfaat kenaikan PPN kepada masyarakat secara transparan.

Pajak Progresif dan Perlindungan Sosial:

Salah satu rekomendasi utama adalah memperkenalkan kebijakan pajak progresif, seperti pajak kekayaan, dan memperkuat bantuan sosial sebagai buffer bagi masyarakat yang terdampak langsung.

Transparansi Pengelolaan Dana:

Mengelola dana dari kenaikan PPN dengan transparansi tinggi untuk memastikan dana tersebut digunakan untuk program yang benar-benar dirasakan manfaatnya oleh masyarakat.

Ajakan untuk Meningkatkan Kesadaran Sosial

Diskusi ini juga mengingatkan kita akan pentingnya peran kaum terdidik dalam membangun kesadaran sosial yang lebih tinggi. “Sebagai individu yang mendapat akses pendidikan dan informasi, kita memiliki tanggung jawab moral untuk lebih peka terhadap isu-isu sosial yang ada. Kenaikan PPN ini bukan hanya soal angka, tetapi juga soal dampaknya terhadap kehidupan masyarakat luas. Ini adalah saatnya bagi kita untuk lebih peduli, berdiskusi, dan memberikan solusi yang lebih humanis,” tegas Fahreinsya Hasbi.

Komitmen HMI dalam Kajian Intelektual yang Konstruktif

Sebagai organisasi mahasiswa yang berkomitmen untuk selalu memberikan kontribusi dalam wacana kebijakan publik, HMI Komisariat Psikologi menegaskan pentingnya kajian berbasis ilmu pengetahuan untuk memahami dampak kebijakan secara menyeluruh. “Kami percaya bahwa peran intelektual mahasiswa dalam memberikan masukan konstruktif sangat penting. Oleh karena itu, kami akan terus membuka ruang untuk diskusi yang membangun, dan berupaya memperjuangkan kebijakan yang lebih adil, berpihak pada rakyat,” tutup Fahreinsya Hasbi.***rls

BACA INI JUGA
Stand HMI Komisariat Psikologi UIN Bandung, Bagi-bagikan Buku Kuliah ke Mahasiswa Baru
Peserta Latihan Kader HMI Terbanyak dalam Sejarah Komisariat Psikologi

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *