Bandung, tandabaca.id
Dicari Gubernur berani bertindak, membuat kebijakan publik bukan sekedar Benevolent Policy (Kebijakan Murah Hati). Harus dijalankan, secara tepat, sesuai kebutuhan dan tantangan publik.
Ketum Komunitas Jabar Unggul & Indonesia Unggul Toddy Ardiansyah Prabu mengatakan hal tersebut di atas saat di wawancarai soal Gubernur pilihan rakyat di tengah anjloknya APBD Jabar 2025.
Toddy berpandangan Calon Gubernur Jabar ke depan menghadapi tantangan yang sangat besar. Mulai dari masalah, ketimpangan sosial ekonomi, infrastruktur hingga masalah lingkungan.
Oleh karenanya, gubernur terpilih dalam Pilkada Serentak 2024 nanti harus punya program prioritas agar permasalahan-permasalahan di Jawa Barat bisa teratasi satu persatu. Selain itu, Gubernur Jawa Barat kedepannharus orang yang inovatif.
“Gubernur Jabar baru harus punya terobosan baru, dengan pemikiran out of the box dengan memakai pendekatan kontekstual, tidak memandang tugasnya hanya sebatas rutinitas belaka,” ujar Toddy.
Toddy juga ingin, Gubernur Jawa Barat kedepan mampu memprediksi apa tantangan yang akan dihadapai dalam 5 tahun kedepan.
“Sehingga saat dia membuat kebijakan publik bukan sekedar Benevolent policy / Kebijakan Murah Hati tetapi Bagaimana kebijakan publik tersebut dijalankan secara tepat sesuai kebutuhan dan tuntutan publik.* ujar Toddy.
Gubernur Paham Politik Anggaran
Toddy juga menyoroti soal pentingnya sosok Gubernur yang paham Kebijakan Politik Anggaran agar bisa menemukan solusi atas penurunan APBD Pemprov Jabar belakangan ini.
“Kok bisa-bisanya Gubernur yang memimpin 50 juta penduduk, adem ayem saja saat APBD turun dari 37 Triliun menjadi 30 Triliun?” cetus Toddy
Bagaimana pun caranya seorang Gubernur Jawa Barat harus berjuang siang dan malam menaikan Government Spending supaya ekonomi bisa tumbuh. Jangan cuma nampang sana sini buat pencitraan. Karena Goalnya adalah mensejahterahkan rakyat .
Menurut Toddy,omong kosong janji mensejahterakan rakyat dengan anggaran terbatas apalagi government spending turun, investasi turun dan daya beli masyarakat turun.
Salah satu yang disarankan Toddy, adalah mengoptimalkan industrialisasi di Jawa Barat sehingga bisa membuka banyak lapangan kerja sehingga menaikan daya beli masyarakat.
“Hampir lebih 50 persen industri indonesia ada di Jawa Barat. Sayangnya, pendapatan pajaknya ditarik ke Jakarta karena rata-rata kantor pusat industri-industri iti ada di Jakarta,” kata Toddy.
Harusnya, lanjut Toddy, Gubernur kedepan berani menekan semua industri yang dibangun di Jawa Barat agar buat kantor pusat di wilayah Jawa Bara.
“Di Bekasi misalnya. Biar pajaknya masuk ke PAD Provinsi Jawa Barat,” pungkas Toddy.***