Bandung, tandabaca.id
Jawa Barat, 1 dari 8 Provinsi di Indonesia yang dibentuk pada awal kemerdekaan. Sebelumnya, Jabar tak merayakan hari jadinya, usianya pun sama dengan Indonesia.
Hari ini 19 Agustus 2022, HUT 77 Jabar, mengapa dipilih tanggal 19 Agustus sebagai hari ulang tahunnya. Apakah, saat itu ada opsi lainnya.
Hal ini diungkap Gubernur Jabar Ridwan Kamil di rapat paripurna HUT 77 Jabar yang berlangsung di Gedung DPRD Jabar Jalan Diponegoro No.27, Kota Bandung, Jumat 19 Agustus 2022.
Penetapan HUT Jabar ini tertuang dalam Perda Nomor 26/2010 tentang Hari Jadi Provinsi Jawa Barat. Dikutip dari naskah perda tersebut, penetapan Hari Jadi Jabar secara hukum ditandai dengan adanya petunjuk tentang pembentukan, kedudukan, wilayah pemerintahan, pusat pemerintahan, penyelenggara pemerintahan, dan urusan pemerintahan sebagai tanda dimulainya pemerintahan daerah.
Kajian mengenai HUT Jabar telah dilaksanakan sejak tahun 1989, yang selanjutnya dilakukan kembali pada tahun 2003. Hasil Saresehan “Ngaguar Titimangsa Jawa Barat” pada pertengahan tahun 2010 telah merumuskan tanggal 1 Januari 1926, 19 Agustus 1945 dan tanggal 4 Juli 1950 sebagai usulan HUT Jabar dengan landasan hukum yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pada 19 Agustus 1945. Setelah kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 Agustus 1945, Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) dalam Sidang tanggal 18 Agustus 1945 menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. Dalam sidang itu pula, Sukarno dan Moh. Hatta terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden.
Selanjutnya, PPKI membentuk sebuah Panitia Kecil yang diketuai oleh Otto Iskandardinata, yang ditugaskan menyusun rencana mengenai hal-hal yang perlu segera mendapat perhatian Pemerintah Republik Indonesia.
Pada tanggal 19 Agustus 1945, Panitia Kecil menyampaikan empat usulan masalah, yaitu urusan rakyat, pemerintahan daerah, pimpinan kepolisian, dan tentara kebangsaan. Masalah pemerintahan Daerah memperoleh perhatian utama, mengingat secara politis kemerdekaan negara Indonesia masih memerlukan dukungan dari rakyat di daerah-daerah dan pengakuan dari negara-negara lain.
Melalui pengaturan yang jelas mengenai hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah di daerah-daerah, negara Indonesia yang baru saja merdeka ingin menunjukkan bahwa kemerdekaan tersebut didukung oleh daerah-daerah di seluruh Indonesia, termasuk bekas kerajaan-kerajaan yang telah berubah bentuk menjadi daerah otonom.
Usulan masalah pemerintahan daerah tersebut dirundingkan dalam rapat PPKI tanggal 19 Agustus 1945, antara lain dengan kesimpulan bahwa untuk sementara waktu, daerah Indonesia dibagi dalam delapan Provinsi, masing-masing dikepalai oleh seorang gubernur, yaitu :
1. Jawa Barat : R. Sutarjo Kartohadikusumo
2. Jawa Tengah : R.P. Suroso
3. Jawa Timur : R.M.T.A. Suryo
4. Sumatera : Mr. Teuku Moh. Hasan
5. Borneo : Pangeran Moh. Nur
6. Sulawesi : Dr. G.S.S.J. Ratulangi
7. Maluku : Mr. J. Latuharhary
8. Sunda Kecil : Mr. I Gusti Ktut Puja.
Dengan demikian, Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu dari delapan Provinsi yang dibentuk pada awal kemerdekaan dengan R. Sutarjo Kartohadikusumo sebagai gubernur pertama yang berkedudukan di Jakarta (kantor resminya bertempat di gedung bekas Kantor Gubernur West Java pada zaman Kolonial Hindia Belanda, yaitu gedung yang sekarang dijadikan Museum Fatahillah, di Jalan Taman Sunda Kalapa).
Pengangkatannya dilakukan oleh Presiden Republik Indonesia berdasarkan Surat Keputusan tanggal 19 Agustus 1945. Pada masa keamanan Kota Jakarta terganggu oleh tentara NICA yang membonceng tentara Sekutu, Gubernur Jawa Barat pindah ke Bandung dan menempati Gedung Pakuan sebagai rumah kediaman resmi Gubernur Jawa Barat, yang berlangsung sampai dengan sekarang.***