Khas  

Karang Nini dan Bale Kambang

LEGENDA

Karang Nini Bale Kambang
KARANG NINI - Sesuai namanya, pantai ini menyajikan pemandangan batu karang yang menjadi daya tarik utama dari objek wisata ini. Berdasarkan bahasa Sunda, karang Nini berarti karang mirip nenek. (Foto laman resmi pemkab pangandaran)

KARANG Nini dan Bale Kambang adalah cerita rakyat Jawa Barat. Bercerita tentang, cinta abadi, suami yang berubah menjadi batu karang. Istri sedih, dan berdoa kepada dewata, agar wujudnya juga diubah menjadi batu.

Sepasang batu karang itu, masih bisa dilihat hingga saat ini kawasan Pantai Karang Nini tepatnya di Desa Emplak, Kecamatan Kalipucang, Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Bagaimana kisah kedua batu karang di pantai tersebut? Ikuti kisahnya dalam cerita Legenda Karang Nini dan Bale Kambang berikut ini!

Di Desa Karangtunjang, kini bernama Desa Emplak, Jawa Barat, hiduplah sepasang suami istri bernama Ambu Kolot dan Arga Piara.

Sudah puluhan tahun mereka menikah, namun belum juga dikaruniai momongan. Meskipun demikian, pasangan suami istri tersebut senantiasa hidup rukun dan damai. Mereka saling menyayangi satu sama lain.

Untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarganya, Aki Ambu Kolot setiap hari menjelang malam pergi ke laut memancing ikan dan baru pulang pada esok harinya.

Hasil tangkapannya dijual ke pasar atau ditukar dengan kebutuhan hidup lainnya. Jika memperoleh hasil tangkapannya melimpah, sebagian dibuat ikan asin oleh Nini Arga Piara.

Suatu sore, Aki Ambu sedang bersiap-siap untuk berangkat ke laut. Namun, sore itu Aki Ambu itu terlihat lemas karena masuk angin. Meskipun demikian, ia tetap bertekad berangkat ke laut.
Sementara itu, Nini Arga yang melihat keadaan suaminya seperti itu berusaha menasehati agar mengurungkan niatnya.

“Aki, sebaiknya Aki beristirahat saja dulu di rumah. Bukankah Aki sedang tidak enak badan?” ujar Nini Arga.

“Tidak apa-apa, Ni. Kalau Aki tidak memancing satu hari saja, badan Aki terasa pegal-pegal. Lagipula, persediaan makanan untuk besok juga sudah habis,” jawab Aki Ambu dengan suara sedikit parau.

Bagi Nini, alasan suaminya tersebut memang masuk akal. Jika sang suami tidak berangkat tentu besok mereka akan kelaparan. Dengan pertimbangan itu, maka ia pun merelakan suaminya pergi melaut.

BACA JUGA : Tari Topeng Cirebon, Menurut Thomas Stamford Raffles Penjabaran dari Cerita Panji

“BAIKLAH, Ki. Tapi, janganlah terlalu memaksakan tenaganya. Jika sudah capai, cepatlah pulang,” ujar Nini Arga dengan perhatian.

“Baik, Ni. Aki akan segera pulang jika sudah memperoleh ikan yang cukup untuk persediaan besok,” kata Aki Ambu seraya mengecup kening sang istri tercinta.

Usai berpamitan, Aki Ambu pun berangkat memancing dengan menggunakan perahu. Setiba di tengah laut, kakek yang usianya mulai renta itu segera melemparkan kailnya yang telah diberi umpan ke dalam air.

Dengan sabar, ia menunggu kailnya sambil bersiul-siul. Hari sudah gelap, namun belum seekor ikan pun yang menyentuh umpannya. Oleh karena itu, ia sesekali mengayuh perahunya ke tempat lain dengan harapan segera mendapatkan ikan.

Tapi, hingga larut malam, ia belum juga memperoleh hasil.

Tak terasa, hari telah menjelang pagi. Ayam jantan sudah mulai berkokok bersahut-sahutan. Nini Arga yang menunggu di rumah cepat-cepat bangun untuk menyiapkan sarapan untuk suaminya yang tidak lama lagi akan kembali dari melaut.

Tak berapa lama kemudian, hidangan sarapan telah siap. Namun, Aki Ambun belum juga pulang.

“Hari sudah pagi, tapi kenapa Aki belum pulang juga?” gumam Nini Arga dengan cemas, “Tidak biasanya Aki pulang sampai siang begini.”

“Ah, mungkin Aki ketiduran di atas perahunya karena kecapaian,” gumamnya lagi berusaha menepis perasaan cemas di dalam hatinya.

Sambil menunggu kepulangan suaminya, Nini Arga mengerjakan pekerjaan rumah lainnya seperti membereskan rumah dan mencuci pakaian.

Hingga hari menjelang siang, suami yang dicintainya itu tak kunjung tiba. Nenek itu pun semakin cemas dan gelisah. Hingga sore hari, Aki Ambun belum juga pulang.

Akhirnya, Nini Arga memutuskan untuk pergi mencarinya di sekitar pantai. Ia pun menyusuri pantai itu hingga larut malam, namun sang suami belum juga ditemukannya.

Meskipun demikian, nenek itu tidak putus asa. Ia pun melanjutkan pencarian pada esok harinya bersama dengan para warga. Sudah seharian mereka mencarinya ke mana-mana, namun hasilnya tetap nihil.

BACA JUGA : Malioboro Tasik, Keren, Ada Payung Emas Kuncip dan Kolam Geulis

AKHIRNYA, semua warga kembali ke perkampungan. Maka tinggallah Nini Arga seorang diri di tepi pantai merenungi nasibnya sambil berdoa.

“Ya, Tuhan! Pertemukan kembali hamba dengan suami hamba,” ucapnya dengan khusyuk.

Rupanya, Tuhan Yang Mahakuasa mendengar doa Nini Arga. Tidak lama setelah ia berdoa, tiba-tiba sebuah batu karang yang mengambang muncul di hadapannya. Bersamaan dengan itu, Nini dikejutkan oleh sebuah suara gaib yang menyapanya.

“Ketahuilah, Nini. Batu karang yang mengambang di hadapanmu itu adalah penjelmaan Aki Ambun. Jadi, janganlah kamu berharap Aki akan kembali hidup bersamamu,” ujar suara gaib itu.

Betapa terkejut Nini Arga mendengar suara gaib itu. Ia benar-benar tidak pernah mengira sebelumnya jika suami yang amat dicintainya akan mengalami nasib seperti itu. Namun, ia menyadari bahwa semua itu sudah menjadi takdir dari Tuhan Yang Mahakuasa.

Nini pun naik duduk di atas batu karang itu sambil meneteskan air mata. Karena cinta kasih dan kesetiaannya kepada sang suami, Nini Arga kemudian turun dari batu karang itu lalu duduk bersimpuh di hadapannya seraya berdoa agar dirinya diubah menjadi batu karang seperti halnya Aki Ambu.

“Ya, Tuhan! Hamba amat mencintai Aki. Hamba ingin selalu bersamanya. Ubahlah wujud hamba menjadi seperti Aki!” pinta Nini Arga sambil meneteskan air mata.

Tuhan Maha Mendengar dan Maha Mengetahui semua keluh kesah hambanya. Permintaan Nini Arga pun dikambulkannya. Langit tiba-tiba menjadi gelap. Selang beberapa saat kemudian, petir pun menyambar-nyambar disertai hujan deras.
Bersamaan dengan itu, Nini Arga pun menjelma menjadi batu yang menghadap ke arah batu karang perwujudan suaminya, Aki Ambu. Bentuk batu karang itu menyerupai bentuk tubuh si Nini.

Oleh masyarakat setempat, batu karang itu dinamai Karang Nini, sedangkan batu karang penjelmaan Aki Ambu dinamai Bale Kambang, yang berarti batu mengambang.

Sepasang batu batu karang yang berhadap-hadapan tersebut tetap kokoh hingga berabad-abad lamanya. Namun, sekitar tahun 1918, batu karang yang menyerupai wujud Nini Arga itu tersambar petir hingga terputus.

Hingga saat ini, kedua batu karang tersebut masih dapat kita saksikan di sekitar pantai tersebut yang kini dinamakan Pantai Karang Nini. ***

Disarikan dari historiid

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *