Khas  

Di Era Kolonial, Kaum Borjuis, Kongkow di De Groote Rivier Batavia, Penjelasannya Ini

Kondisi Kali Besar Kota Tua tahun 1920. Foto: www.indonesia-dutchcolonialheritage.nl

Jakarta, tandabaca.id
Jauh sebelum Menteng menjadi kawasan Elite, sudah ada kawasan lain yang terlebih dahulu menjadi kongkow para borjuis. Kawasan itu adalah, De Groote Rivier Batavia (Kali Besar).

Dikutip dari http://fkai.org/napak-tilas-kejayaan-batavia. Kota Jakarta pada awalnya bernama Sunda Kelapa, yang merupakan pelabuhan Kerajaan Pajajaran.

Setelah itu, pada tahun 1527 namanya diubah menjadi Kota Jayakarta. Pada tahun 1619, Jayakarta dibumihanguskan Belanda. Dari reruntuhan Jayakarta itulah lahir Batavia, yang selanjutnya menjadi pusat pemerintahan VOC dan Hindia Belanda.

Kawasan Kali Besar Central Business District (Kawasan Kali Besar CBD) atau kawasan Kota Tua, pada masa kolonial disebut dengan De Groote Rivier (Kali Besar).

Dulu, muara Sungai Ciliwung adalah jantung perekonomian Jakarta. Pada masa itu, di tepi Kali Besar terdapat dermaga dan bangunan-bangunan tua dari abad ke-18 hingga awal abad ke-20.

Dengan menyusuri kawasan ini, kita masih bisa melihat sisa-sisa bangunan dan jejak-jejak kejayaan masa lalu. Berbagai bangunan bersejarah, meski sebagian sudah hancur, masih dapat kita saksikan karena masih berdiri tegak.

Dari selatan Pelabuhan Sunda Kelapa menuju kawasan CBD Jakarta, kita akan melewati Benteng Batavia. Pada masa kolonial, benteng ini berfungsi sebagai gudang penyimpanan barang.

Benteng tersebut pernah pula berfungsi sebagai benteng saat melawan pasukan Inggris. Benteng Batavia yang letaknya sekitar 200 meter sebelah selatan Pelabuhan Sunda Kelapa ini dibangun tahun 1613.

Benteng ini pernah pula runtuh. Salah satu sudut yang tersisa dan masih berdiri tegak adalah Menara Syahbandar. Salah satu gudang penyimpanan barang yang masih berdiri tegak, kini menjadi Museum Bahari. Museum tersebut diresmikan pada tahun 1977.

Di sebelah selatan Museum Bahari ada lokasi bekas bengkel kapal VOC. Letaknya ada di Jalan Tongkol. Bangunan memanjang dengan jendela-jendela segitiga di atapnya itu direvitalisasi menjadi restoran, namun tetap mempertahankan arsitektur aslinya.

Jika kita berjalan terus ke selatan melewati Jalan Gedung Panjang dan kolong jembatan tol, wajah asli kawasan Batavia yang dibangun pada tahun 1634-1645 masih bisa terlihat.

Kota Batavia merupakan hasil rancangan Gubernur Jenderal Jan Pieterzoon Coen, yang berniat membangun Amsterdam versi Timur sebagai pusat administrasi dan militer Hindia Belanda.

Kota Batavia pada abad ke-18 dijuluki “Koningin van het Oosten” atau “Ratu dari Timur”.

Objek menarik di kawasan ini adalah jembatan unik khas Belanda. Jembatan kayu berwarna cokelat kemerahan ini bisa diangkat terbuka jika kapal-kapal melintas. Dulu, jembatan tersebut dikenal sebagai Jembatan Pasar Ayam. Kini, dikenal sebagai Jembatan Kota Intan.

Belanda membangun jembatan itu pada tahun 1628 sesuai dengan gaya aslinya di Amsterdam. Di dekatnya terdapat Jalan Kali Besar Barat dan Kali Besar Timur. Di kedua sisi jalan itu kita masih bisa menikmati bangunan-bangunan abad ke-18.

Rumah di sepanjang Kali Besar dibangun dengan konsep international style, yang kala itu sedang melanda Eropa. Pada barisan bangunan itu terlihat dominasi pintu oval. Banyak detil bangunan yang sudah mengeropos, dan beberapa kaca yang sudah pecah diganti dengan kaca zaman sekarang.

Jika berjalan di sepanjang Sungai Kali Besar ke arah Jalan Pintu Besar Utara, terlihat gedung megah Pusat Bank Indonesia lama dan Museum Wayang. Di sisi utara museum ada Cafe Batavia yang menempati bangunan tua yang berdiri sejak awal tahun 1800-an.

Menuju Jalan Pos Kota, di sisi timur kantor pos, berdiri bangunan bergaya Indische Empire Stijl. Bangunan tersebut merupakan bekas gedung pengadilan Belanda, yaitu Raad van Justitie, yang dibangun pada tahun 1866-1870.

Bangunan bergaya Yunani Klasik ini sekarang berfungsi sebagai Museum Keramik dan Balai Seni Rupa. Di sisi selatannya berdiri megah bangunan Museum Sejarah Jakarta.

Gedung ini dibangun sebagai gedung Balai Kota pada 23 Januari 1707, atas perintah Gubernur Jenderal Johan van Hoorn. Gedung tersebut selesai dibangun pada 10 Juli 1710, pada masa Gubernur Jenderal Abraham van Riebeeck.

Taman Fatahillah yang ada di depan museum itu juga menyimpan banyak sejarah. Salah satunya adalah pembantaian sekitar 5.000-an warga keturunan Tionghoa pada 1740 karena VOC merasa terancam dengan keberadaan mereka di Batavia.

Selain jumlah keturunan Cina semakin banyak, mereka pun memiliki naluri bisnis yang kuat.

Bangunan bersejarah lainnya adalah gedung “Nederlandsche Handel Maatschappij” (NHM). Gedung ini diresmikan pada 14 Januari 1933 oleh C.J. Karen van Aalst yang menjabat presiden ke 10 NHM.

Gedung NHM yang menggunakan gaya arsitektur Nieuw Zakelijk ini, sekarang menjadi Museum Bank Mandiri.
Gedung NHM dan Stasiun Kota yang letaknya berhadap-hadapan adalah pintu masuk utama menuju Kawasan Kota Tua Jakarta.

Kawasan ini merupakan salah satu kota kolonial paling utuh di antara kota-kota kolonial lainnya di dunia.
Batavia memiliki bangunan-bangunan terlengkap. Disebut terlengkap karena Batavia memiliki segala aspek yang berhubungan dengan fungsi-fungsi kota, seperti pelabuhan, galangan kapal, pusat pemerintahan, area permukiman, perdagangan pasar, gudang atau penyimpanan, dan taman kota sebagai area publik.***

 

Response (1)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *