Khas  

Seni Gaok Nyaris Punah, Mumpung Masih Ada Dalangnya Yuk Gaungkan Lagi

Seni Gaok (foto laman indonesia kaya

Bandung, tandabaca.id
Gaok adalah salah satu seni pertunjukan rakyat yang hampir punah, kesenian ini berasal dari Majalengka Jawa Barat, berkembang sejak abad ke XV. Ciri khasnya teriakan melengking.

Tokoh yang berperan mengembangkan kesenian Gaok di antaranya adalah Sabda Wangsaharja sekitar tahun 1920-an di Kulur, Majalengka. Saat ini, tokohnya tidak banyak lagi, salah satunya Bah Rukmin.

Seni pertunjukan rakyat ini termasuk jenis mamaos (membaca teks) atau disebut juga wawacan, dari kata wawar ka nu acan (memberi tahu kepada yang belum mengetahui).

Pada awal perkembangannya seni gaok biasa disuguhkan untuk keperluan ritual atau upacara adat. Kata Gaok berasal dari kata “gorowok” artinya berteriak.

Dikutip dari situs resmi Kemendikbud, dijelaskan saat pentas gaok dibawakan dengan cara memaparkan cerita babad tanpa iringan musik.

Jika sekarang terdapat penambahan alat musik, itu hanya digunakan sebagai pembuka saja, tidak digunakan untuk mengiringi mamaos atau gaok secara keseluruhan. Adapun alat musik hanya digunakan sebagai alat jeda atau sebagai penyelang saja.

Gaok dimainkan oleh empat sampai enam orang pemain laki-laki. Baju yang digunakan adalah baju kampret atau toro, lengkap dengan ikat.

Berbeda dengan nyanyian pupuh lainnya, seni Gaok memiliki ciri khas pada suara melengking (nga-Gaok) dan saling balas alukan komentar atau improvisasi suara) yang dilakukan oleh beberapa orang tersebut.

Dalam pementasannya atau dalam pertunjukannya, seni gaok lebih sering dibawakan tanpa panggung dengan membawakan suatu cerita (babad) yang dibaca dari suatu buku yang disebut wawacan (bacaan) yaitu cerita yang ditulis dalam puisi tradisional berbentuk pupuh.

Seperti misalnya pupuh kinanti, sinom, asmaranadana, dangdanggula, maskumambang, magatruh, dan lain-lain yang dalam vokabuler sunda berjumlah 17 pupuh.

Satu wawacan atau satu (episode) cerita yang berdiri sendiri secara utuh, mungkin memakai seluruh 17 pupuh, atau mungkin pula hanya sebagian saja, umumnya memiliki balasan jenis pupuh.

Ada 4 pupuh yang selalu ada, yaitu Kinanti, Sinom, Asmarandana, dan Dangdangggula yang karena itu pula dalam dunia sastra Sunda disebut pupuh besar, disingkat KSAD (Disbudpar Majalengka,2012).

Cerita dalam pergelaran seni gaok di antaranya adalah, Cerita Umar Maya, Sulanjana, Barjah, Samun. Kini, bahan cerita gaok sudah ada yang ditulis, di antaranya; Nyi Rambutkasih, dan Talagamanggung yang ditulis oleh E. Wanhsadihardja (alm) yang merupakan keturunan langsung Sabda Wangsahardja.

Ada beberapa seniman gaok, salah satunya adalah Bah Rukmin. Bah Rukmin, adalah salah seorang seniman seni Gaok, yang sekarang merupakan juru Gaok terakhir di Kabupaten Majalengka.

Bah Rukmin tinggal di Kampung Tari Kolot, Desa Kulur, Kecamatan Majalengka. Bah Rukmin adalah murid langsung dari seniman Gaok yaitu Sabda Wangsahardja.

Ia telah menjadi juru Gaok sejak tahun 1963. Pada mulanya ia belajar membaca wawacan yang ditulis dalam huruf Pegon. Kemudian ia diajar membacakan atau menyanyikan dengan langgam pupuh.***

 

 

Responses (2)

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *